AKADEMIKAEkonomi BisnisHeadlineHukum dan KriminalPalangka Raya
Merasa Tak Bersalah, Pemuda Ini Keberatan dengan Sanksi Adat Damang Parenggean
PALANGKA RAYA, KATAMBUNGNEWS.COM – Seorang pemuda asal Kota Palangka Raya, Hendrik Faisal Siburian (32) yang tinggal di Jalan Manduhara mengaku keberatan atas sanksi adat yang dikenakan oleh Damang Kepala Adat Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur, Puja Guntara kepada dirinya.
Hendrik menjelaskan, kejadian tersebut berawal sejak dirinya mendapat kuasa berupa surat wasiat dari almarhum Bener Siburian yang merupakan kakak kandungnya sendiri, Dimana didalam surat wasiat tersebut tertulis agar dirinya menjaga anak dan mengelola beberapa hektar kebun sawit milik almarhum yang terletak di Desa Parenggean, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Katingan .
“Selama ini, saya mengelola kebun sawit tersebut tak pernah ada masalah. Permasalahan itu muncul pada bulan Februari 2023, ketika itu ada seorang perempuan bernama Tetty Manganju Nababan dengan bermodalkan Kartu Keluarga (KK), datang dan mengaku sebagai ahli waris atau istri dari almarhum Bener Siburian. Adapun kedatangannya hendak mengambil alih lahan sawit tersebut. Padahal jelas didalam surat wasiat yang ditinggalkan oleh almarhum tersebut hanya tertulis nama saya dan anak kandung almarhum, tak ada nama Tetti Manganju Nababan,” tutur Hendrik kepada sejumlah awak media, Rabu (24/5/2023) sore di Palangka Raya.
Lanjutnya, setelah KK nya saya cek memang ada nama Tetti Manganju Nababan, ia menikah dengan Bener Siburian pada tahun 2020 dan dia pergi dengan pria lain meninggalkan Abang saya pada tahun 2021.
“Abang saya itu meninggal dunia pada tanggal 04 Oktober 2022, dengan meninggal surat wasiat atas nama saya dan anaknya, ini ditanda tangani oleh Notaris. Namun, tiba-tiba saja Tetti Manganju Nababan yang mengaku sebagai isteri almarhum datang dan mau mengambil alih lahan sawit milik almarhum tersebut padahal lahan itu diperolehnya saat masih lajang dan belum berkeluarga. Jadi, dia bebas mau mewasiatkan hartanya kepada siapa saja karena bukan harta gono-gini,” tuturnya.
Sesuai surat yang pernah
saya lihat, ucap Hendrik, Tetti Manganju Nababan itu adalah anak angkat dari Damang Kepala Adat Kecamatan Parenggean, Puja Guntara. Singkat cerita, kami pernah melakukan mediasi namun tak ada titik temu.
“Entah, kesalahan apa yang telah saya buat, tiba-tiba saja ia mendapat surat panggilan dari Damang Kepala Adat Parenggean. Dari hasil pertemuan tersebut saya dianggap bersalah dan dikenakan sanksi adat karena telah melecehkan damang melalui pesan Voice Note WhatsApp. Dan pada saat itu juga saya diminta membayar denda adat berupa uang sebesar Rp5,5 juta. Karena tak mempunyai uang sebanyak itu, denda adat akhirnya dibayar hanya Rp4 juta saja, dari tuntutan sebelumnya sebesar Rp5,5 juta dan hal ini juga ada dituangkan di dalam kwitansi,” ujar Hendrik mengungkapkan.
Berselang tak beberapa lama, datang lagi surat panggilan terkait sanksi adat kembali dari Damang Kepala Adat Kecamatan Parenggean yang meminta dirinya untuk datang mengklarifikasi ke Kantor Damang setempat pada tanggal 23 Mei 2023.
“Disini saya bingung pak, Kesalahan apa lagi yang saya buat, kok ada panggilan sanksi adat lagi dari Damang. Padahal sanksi adat sebelumnya sudah saya bayar. Terus terang, saya tidak mengerti apa itu singer atau sanksi adat. Saya berharap permasalahan ini bisa selesai dengan baik,” tutup Hendrik.
Sementara itu, Damang Kepala Adat Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotim, Puja Guntara saat dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp terkait permasalahan sanksi adat yang dikenakan kepada Hendrik Faisal Siburian. Ia menjelaskan bahwa, dirinya melayangkan surat sanksi adat tersebut berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh Hendrik Faisal Siburian dengan Tetti Manganju Nababan melalui Voice Note WhatsApp, dimana bunyi narasi Voice Note itu menyebutkan, “Kaka jangan lagi datang ke Parenggean, dimarah oleh Damang-damang, Kaka ngak boleh ke sini,”
“Atas dasar itulah, saya mengenakan Hendrik Faisal Siburian Hukum Adat Dayak pasal 50 dengan tuduhan serampangan, dari situlah ia melayangkan surat panggilan kepada yang bersangkutan (Faisal-red), karena sudah mencoreng nama Kademangan Adat yang mana seolah-olah kami melarang warga untuk datang ke tempat ini dan bahkan voice note ini sudah tersebar dimana-mana. Kami pun punya harga diri,” ucap Puja melalui telepon seluler. Rabu, (24/5/2023) sore.
Ditambahkannya, setelah dia melayangkan surat adat, pihak Faisal pun datang menemui di kediamannya. Namun hal tersebut sudah disepakati bersama bahwa pihak Faisal bersedia membayar jipen adat atau denda adat sebesar Rp4 juta dari tuntutan sebenarnya sebesar Rp5,5 juta.
“Sebenarnya semuanya sudah beres saja, dan saya rasa saya menuntut Faisal ini sesuai Undang-undang hukum adat Dayak Kalimantan Tengah.” ucapnya.
Kemudian Puja juga menjelaskan terkait dengan dilayangkannya surat kedua untuk Faizal adalah berdasarkan laporan Faizal ke pihak Kepolisian atas tuduhan bahwa dirinya diduga melakukan pencurian buah Kelapa Sawit di area perkebunan milik Faizal tersebut.
“Sekali lagi saya menegaskan, saya ada berdiri disana bukan untuk mencuri buah kelapa sawit, saya disana hanya mengantarkan Ibu Tetti yang juga pemilik kebun tersebut,” tutur Puja.
Sementara itu dengan terbitnya berita ini, sejauh ini pihak Damang Parenggean Kabupaten Kotawaringin Timur masih berharap kehadiran Faisal untuk melakukan mediasi. (HK).