Raperda Masyarakat Hukum Adat Lamandau Dinilai Membahayakan

HomeHukum dan KriminalAKADEMIKA

Raperda Masyarakat Hukum Adat Lamandau Dinilai Membahayakan

KATAMBUNGNEWS.COM, PALANGKA RAYA- Ahli Hukum Louise Theresia menilai, Rencana Peraturan Daerah Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Lamandau membahayakan.

Jalin Silaturahmi, Korem 102/Pjg Adakan Ngopi Bareng Bersama Insan Pers
Dampak Kabut Asap, Jam Masuk Sekolah SMA di Sampit Dimundurkan
DPRD Palangka Raya Apresiasi Komitmen Pemko Cegah Stunting

KATAMBUNGNEWS.COM, PALANGKA RAYA- Ahli Hukum Louise Theresia menilai, Rencana Peraturan Daerah Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Lamandau membahayakan. Bahaya itu berasal dari adanya ketidakjelasan terkait sangsi yang bisa menimbulkan ‘pasal karet’ yang menjadi multi tafsir.

“Jika dilihat ruh raperda mengenai hukum adat namun dalam klasul raperda ini soal sanksi tidak jelas pemberian sanksi mengunakan hukum apa,” kata Louise Teheresia di Palangka Raya, Kamis (1/9/2022).

Ia mengatakan, dari hasil kajian draf raperda itu secara judul tidak jelas, karena tidak menyembutkan wilayah mana akan berlaku. Kemudian untuk konsideran “mengingat” dalam raperda tersebut sangat minim.

“Di dalam batang tubuh raperda mengulas tentang hutan adat dan tanah adat, namun dalam konsideran tidak menuliskan tentang Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Pokok Agraria,” tutur Louise.

Hal tersebut disampaikan pada “Publik Review Rancangan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Lamandau” yang diselenggarakan LBH Palangka Raya di Hotel Luwansa Palangka Raya.

Peneliti dari Borneo Institut, Destano Anugrahnu, menilai rancangan perda itu tidak konret dalam memberi perlindungan kepada masyarakat adat. Karena tidak mengatur mengenai MHA Dayak umumnya.

“Seperti terkait pahewan, tajahan, karamat, petak rutas, petak raung, lewu, himba buang, himba baliang, bahu lakau dan lain-lain, atau penamaan lain dalam bahasa lokal MHA di Kabupaten Lamandau,” ujar Destano.

Kemudian, frasa “pengukuhan” pada bab IV tidak diketahui didasari dari regulasi mana. Kemudian pada pasal 10 raperda ini juga terkesan dan berpotensi menghambat semangat Pengakuan dan Perlindungan dari MHA di Kabupaten Lamandau.

“Dikarenakan harus adanya persetujuan dari komunitas lain, jika selama ini MHA sudah terganjal mendapat pengakuan dan perlindungan karena proses administratif dan politik, sekarang ditambah lagi dengan adanya pihak lain yang berpeluang mempersulit proses pengakuan itu sendiri,” urai Destano. (Sahala)

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS:
error: Content is protected !!